Lembaga-Lembaga Pemegang Kekuasaan Negara
Proses pengelolaan kekuasaan negara da Republik Indonesia sangat dinamis. Berbagai perubahan mewarnai pelaksanaan pengelolaan negara di Indonesia. Perubahan tersebut tentu saja dilakukan agar negara Indonesia dapat lebih maju yang di tandai dengan terwujudnya cita-cita dan tujuan negara sebagaimana termaktub dalam alinea kedua dan keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Pengelolaan kekuasaan negara dilakukan oleh lembaga-lembaga negara. Pengelolaan kekuasaan negara tidak hanya diakukan oleh Presiden beserta para menteri negara selaku pemegang kekuasaan eksekutif. Hal tersebut dikarnakan kekuasaan negara bukan hanya kekuasaan eksekutif saja, tetapi terdapat pula kekuasaan legislatif dan yudikatif yang di jalankan oleh lembaga negara lainnya.
Keberadaan lembaga-lembaga negara di Indonesia begitu dinamis. Hal tersebut merupakan dampak langsung dari mekanisme pengelolaan kekuasaan negara yang bersifat dinamis pula. Perkembangan lembaga-lembaga negara di Indonesia dapat kita lihat di dalam struktur ketatanegaraan Republik Indonesia. Berikut ini struktur ketatanegaraan Republik Indonesia berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 sebelum dilakukan perubahan.
Keterangan :
MPR : Majelis Permusyawaratan Rakyat.
DPR : Dewan Perwakilan.
MA : Mahkamah Agung.
DPA : Dewan Pertimbangan Agung.
BPK : Badan Pemeriksa Keuangan.
Struktur di atas berubah setelah dilakukannya perubahan Undang-Undang Dasar 1945. Berikut ini Struktur ketatanegaraan Republik Indonesia berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 setelah dilakukan perubahan.
Di dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, baik sebelum maupun setelah melakukan perubahan, secara tegas disebutkan tiga kekuasaan negara, yaitu kekuasaan pembentukan undang-undang, kekuasaan pemerintahan negara dan kekuasaan kehakiman. Ketiga kekuasaan tersebut dipegang dan dikelola oleh lembaga negara yang ditetapkan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia.
-Kekuasaan Membentuk Undang-Undang
Kekuasaan membentuk undang-undang disebut juga kekuasaan legislatif. Kekuasaan tersebut secara teoritis di pegang oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Akan tetapi, sebelum perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 kekuasaan tersebut dipegang oleh Presiden, DPR hanya memberikan persetujuan saja. Hal tersebut ditegaskan oleh ketentuan pasal 5 ayat (1) yang menyatakan Presiden memegang kekuasaan membentuk undang-undang dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. Kemudian dalam pasal 20 ayat (1) ditegaskan bahwa Tiap-tiap undang-undang menghendaki persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. Berdasarkan ketentuan tersebut, DPR mempunyai kekuasaan yang kecil dalam proses pembentukan Undang-Undang.
Setelah dilakukan perubahan DPR mempunyai kedudukan yang lebih kuat dalam pengelolaan kekuasaan negara. DPR secara tegas di nyatakan sebagai pemegang kekuasaan untuk membentuk undang-undang. Apabila rancangan undang-undang yang telah ditetapkan DPR menjadi undang-undang tidak disahkan Presiden maka setelah 30 hari, undang-unndang tersebut dengan sendirinya berlaku dan wajib diundangkan. Selain pembentukan undang-undang, pada saat ini DPR begitu besar kekuasaannya dalam mengontrol setiap kebijakan pemerintah. Kekuasaan tersebut terlihat dari hak-hak yang dimiliki oleh DPR menjadi lembaga penyeimbang sehingga kebijakan-kebijakan yang diambil oleh pemerintah dapat dikendalikan dan dipastikan kebijakan tersebut untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Setelah dilakukan perubahan DPR mempunyai kedudukan yang lebih kuat dalam pengelolaan kekuasaan negara. DPR secara tegas di nyatakan sebagai pemegang kekuasaan untuk membentuk undang-undang. Apabila rancangan undang-undang yang telah ditetapkan DPR menjadi undang-undang tidak disahkan Presiden maka setelah 30 hari, undang-unndang tersebut dengan sendirinya berlaku dan wajib diundangkan. Selain pembentukan undang-undang, pada saat ini DPR begitu besar kekuasaannya dalam mengontrol setiap kebijakan pemerintah. Kekuasaan tersebut terlihat dari hak-hak yang dimiliki oleh DPR menjadi lembaga penyeimbang sehingga kebijakan-kebijakan yang diambil oleh pemerintah dapat dikendalikan dan dipastikan kebijakan tersebut untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.
-Kekuasaan pemerintahan negara
Kekuasaan pemerintahan negara disebut juga kekuasaan eksekutif. Kekuasaan ini dipegang oleh Presiden, sehingga Presiden berkedudukan sebagai kepala pemerintahan. Hal ini dikarnakan, Republik Indonesia menganut sistem pemerintahan presidensial yang ciri utamanya memposisikan Presiden sebagai kepala negara sekaligus sebagai kepala pemerintah.
Sebelum perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, kekuasaan Presiden RI begitu besar. Pada awal pemberlakuan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Presiden RI selain memegang kekuasaan eksekutif, juga memegang kekuasaan legisatif dan yudikatif. Hal ini dikarnakan lembaga-lembaga negara lainnya seperti MPR, DPR dan MA belum terbentuk
Kekuasaan presiden masih tetap besar, meskipun lembaga-lembaga negara yang ditetapkan oleh Undang-Undang Dasar 1945 telah dibentuk. Dalam diri Presiden melekat berbagai kekuasaan berikut.
1) Kekuasaan pemerintahan, Pasal 4 ayat (1)
2) Kekuasaan membentuk undang-undang, pasal 5 ayat (1)
3) Panglima tertinggi angkatan bersenjata yang terdiri atas Angkatan Darat, Angkatan Laut dan Angkatan Udara, Pasal 10
Selain itu, Prsiden juga mempunyai kekuasaan untuk menentukan keangootaan MPR dari unsur Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, utusan golongan dan utusan daerah dengan mengeluarkan suatu keputusan Presiden. Presiden juga berhak memberikan grasi, amnesti, rehabilitasi dan abiolisi kepada seorang terpidana.
Setelah perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Presiden Republik masih tetap berkedudukan sebagai pemegang kekuasaan pemerintah di Indonesia. Akan tetapi, ada beberapa perubahan berkaitan dengan kekuasaan Presiden di antaranya sebagai berikut.
1) Presiden tidak lagi berkedudukan sebagai pemegang kekuasaan membentuk undang-undang. Hal ini sebagai konsekuensi dari dialihkannya kekuasaan pembentukan undang-undang kepada DPR. Dalam proses yang berkaitan dengan pembentukan undang-undang presiden berhak untuk mengajukan sebuah rancangan undang undang, dan memberikan persetujuan terhadap rancangan undang-undang, dan mengesahkan rancangan undang-undang yang telah ditetapkan oleh DPR menjadi undang-undang.
2) Presiden tidak lagi berwenang untuk mengangkat anggota MPR dan utusan golongan, utusan daerah maupun unsur TNI.
3) Presiden mesti memperhatikan pertimbangan DPR ketika akan memberikan amnesti dan abolisi, dan memperhatikan pertimbangan Mahkamah Agung ketikan akan memberikan grasi dan rehabilitasi.
-Kekuasaan Kehakiman
Kekuasaan kehakiman disebut juga kekuuasaan yudikatif.Sebelum dilakukannya perubahan Undang-Undang Tahun 1945, kekuasaan kehakiman dijalankan oleh Mahkamah Agung beserta lembaga peradilan yang ada dibawahnya. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 24 ayat (1) yang menyatakan kekuasaaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan lain-lain badan kehakiman menurut undang-undang.
Setelah melakukan perubahan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, kekuasaan kehakiman Agung dan Mahkamah Konstitusi. Pasal 24 ayat (2) menyatakan bahwa kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi. Ketentuan tersebut menyebabkan perubahan fundamental dalam pengelolaan kekuasaan kehakiman. Mahkamah Agung tidak lagi menjadi satu-satunya pemegang kekuasaan tersebut. Terdapat Mahkamah Konstitusi sebagai mitra dalam menyelenggarakan kekuasaan kehakiman. hal tersebut memberikan peluang yang lebih besar bagi setiap warga negara untuk mencari keadilan dan kepastian hukum.


Tidak ada komentar:
Posting Komentar